Laporan praktikum fisiologi ternak thermoregulasi



LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TERNAK
TERMOREGULASI

Tinjauan Pustaka

Thermoregulasi merupakan suatu proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya supaya tetap konstan sehingga suhu tubuhnya tidak mengalami perubahan yang terlalu besar. Tidak semua hewan mampu mempertahankan suhu tubuh yang konstan. Hewan yang mampu mempertahankan suhu tubuhnya diseput poikilotherm sedangkan hewan yang tidak dapat mempetahankan suhu tubuhnya adalah homoitherm. Suhu pada kebanyakan hewan dipengaruhi oleh suhu lingkungannya. Terdapat hewan yang dapat bertahan pada suhu -2oC sementara hewan lain dapat hidup pada suhu 50oC (Isnaeni, 2006).

Suhu tubuh yang kosntan (tidak banyak berubah) sangat dibutuhkan oleh hewan karena beberapa alasan. Pertama, perubahan suhu dapat mempengaruhi konformasi protein dan aktivitas enzim. Reaksi dalam sel akan terganggu apabila aktivitas enzim terganggu. Perubahan suhu di dalam tubuh hewan akan mempengaruhi kecepatan reaksi metabolisme sel. Kedua, perubahan suhu tubuh berpengaruh terhadap energi kinetik yang dimiliki oleh setiap molekul zat sehingga peningkatan suhu tubuh akan memberi peluang yang lebih besar kepada berbagai partikel zat untuk saling bertumbukan. Hal ini mendorong terjadinya berbagai reaksi penting dan mungkin meningkatkan kecepatannya. Jadi peningkatan suhu tubuh hewan dapat meningkatkan laju reaksi dalam sel meskipun peningkatan laju reaksi terjadi secara tidak terkendali maka hal itu sangat merugikan (Soeharsono, 2010).
Hewan mengalami pertukaran panas dengan lingkungan sekitarnya, atau dapat dikatakan berinteraksi dengan panas. Interaksi tersebut dapat menguntungkan maupun merugikan. Hewan ternyata dapat memeperoleh manfaat yang besar dari peristiwa pertukaran panas. Interaksi panas tersebut ternyata dimanfaatkan oleh hewan sebgai cara untuk mengatur suhu tubuh hewan yaitu dengan meningkatkan dan menurunkan pelepasan panas dari tubuh atau sebaliknya untuk memperoleh panas. Interaksi atau pertukaran panas antara hewan dan lingkungannya dapat terjadi melalui empat cara antara lain konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi (Martini, 1998).
Metabolisme sangat sensitif terhadap perubahan suhu lingkungan internal seekor hewan, seperti laju respirasi seluler meningkat seiring peningkatan suhu itu sudah cukup tinggi sehingga mulai mendenaturaasi enzim. Sifat-sifat membran juga berubah seiring dengan perubahan suhu. Meskipun spesies hewan yang berbea telah diadapsikan terhadap kisaran suhu yang berbeda-beda. Setiap hewan dapat mempertahankan suhu internal yang konstan meskipun suhu eksternalnya berfluktuasi. Thermoregulasi adalah pemeliharaan suhu tubuh didalam suatu kisaran yang membuat sel-sel mampu berfungsi secara efisien (Campbell et al., 2004).
Suhu tubuh makhluk hidup diatur dengan mekanisme umpan balik yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hyphotalamus. Apabila pusat temperatur di hypothalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37 0C. Apabila suhu meningkat lebih dari titik tetap, hypothalamus akan terangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap (Makruf, 2007).



Materi dan Metode

Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum thermoregulasi antara lain termometer, penjepit katak, arloji (stopwatch), kapas, kendi, dan baeker glass.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum thermoregulasi antara lain katak, air panas, air es, dan probandus (manusia).

Metode
Pengukuran Suhu Tubuh
Pengukuran pada mulut. Skala termometer diturunkan sampai 0oC, ujung termometer dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam mulut dan diletakkan di bawah lidah dan mulut ditutup rapat. Skala dibaca dan dicatat setelah lima menit. Perlakuan yang sama dilakukan pada mulut terbuka. Probandus berkumur dengan air es selama satu menit dan dengan cara yang sama pula dilakukan pengukuran seperti di atas.
Pengukuran axillaris. Skala pada termometer diturunkan sampai 0oC. Ujung termometer disisipkan pada fasa axillaris dengan pangkal lengan dihimpitkan. Skala dibaca dan dicatat setelah lima menit.
Pengukuran Proses Pelepasan Panas
Proses pelepasan panas pada katak. Katak ditelentangkan pada papan dan diikat. Suhu tubuh katak diukur melalui oesophagus selama lima menit. Katak dimasukkan ke dalam air es selama lima menit dan diukur tubuhnya melalui oesophagus. Katak dimasukkan lagi ke dalam air panas 40oC selama lima menit dan diukur suhu tubuhnya. 
Pelepasan panas melalui kendi. Kendi sebanyak dua buah disiapkan. Kendi satu dicat dan kendi yang lain tidak dicat. Masing-masing diisi dengan air panas 70oC dengan jumlah yang sama lalu diukur suhunya dengan termometer setiap lima menut sebanyak enam kali.


Hasil dan Pembahasan
            Pengukuran suhu pada mulut, axillaris dan tubuh katak serta pelepasan panas pada kendi dengan hasil sebagai berikut :
Pengukuran Suhu Mulut dan Axillaris
            Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Pengukuran suhu (oC) pada mulut dan axillaris
Perlakuan
Probandus I
Probandus II
Mulut tertutup
Mulu`t terbuka
Berkumur air es
-       Mulut tertutup
-       Mulut terbuka
Axillaris
36,9
36,7

35,5
35,8
37,1
37,2
38,1

36
37,8
37,1
            Berdasarkan hasil yang diperoleh pengukuran suhu pada mulut tertutup pada probandus I yaitu 36,9 oC dan pada probandus II yaitu 37,2 oC, sedangkan suhu pada mulut terbuka pada probandus I yaitu 36,7 oC sedangkan pada probandus II yaitu 38,1 oC . Hal ini menunjukkan bahwa suhu pada mulut probandus I dan II berada pada suhu di kisaran normal. Susanti (2012) menjelaskan bahwa individu normal, rata-rata temperatur oral untuk usia 18 sampai 40 tahun adalah 36,8 ± 0,4 oC (98,2 ± 0,7 oF). Hal ini disebabkan karena adanya pernapasan dari mulut. Temperatur tubuh bervariasi setiap saat pada suhu rentang normal yang dikontrol oleh pusat thermoregulasi yang berada di hypothalamus.
Hasil pengukuran suhu pada mulut yang diberi perlakuan dengan berkumur menggunakan air es, suhu pada mulut tertutup pada probandus I yaitu 35,5 oC dan pada probandus II yaitu 36 oC, sedangkan suhu pada mulut terbuka pada probandus I yaitu 35,8 oC dan pada probandus II yaitu 37,8 oC. Hal ini menunjukkan bahwa suhu pada mulut yang diberi perlakuan dengan berkumur menggunakan air es hampir sama dengan suhu pada mulut yang tidak diberi perlakuan dengan berkumur menggunakan air es. Hal Ini menunjukkan bahwa  manusia termasuk makhluk hidup homoitherm karena dapat menjaga suhu tubuhnya dengan stabil. Suhu pada axillaris pada probandus I yaitu 37,1 oC dan pada probandus II yaitu 37,1 oC. Hal ini menunjukkan bahwa suhu axillaris pada probandus I dan II berada pada kisaran normal sebagaimana Susanti (2012) menjelaskan bahwa tubuh senantiasa berupaya untuk mempertahankan set poin suhu pada kisaran 37 oC, dengan variasi sirkadian < 1 oC (36,3 sampai 37,2 oC) pada pengukuran suhu aksila.
Thermoregulasi merupakan suatu proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya supaya tetap konstan sehingga suhu tubuhnya tidak mengalami perubahan yang terlalu besar. Pengaturan suhu tubuh diatur oleh hypothalamus dimana hypothalamus terdapat dua bagian yaitu bagian posterior dan anterior. Bagian posterior dalam hypothalamus akan bekerja jika suhu lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh dengan cara meningkatkan produksi Tirotropin Releasing Hormone (TRH) sehingga menyebabkan Tyroid Stimulating Hormone (TSH) meningkat. Hal ini menyebabkan proses metabolisme dalam tubuh meningkat yang disebabkan oleh terjadinya vasokontraksi dimana pembuluh darah mengalami penyempitan. Pengeluaran panas ini terjadi karena adanya proses metabolisme yang diakibatkan oleh menyempitnya pembuluh darah. Bagian anterior akan bekerja apabila suhu lingkungan lebih tinggi dari pada suhu tubuh dengan cara menurunkan produksi Tirotropin Releasing Hormone (TRH) sehingga meyebabkan Tyroid Stimulating Hormone (TSH) menurun. Kelenjar tiroid yang menghasilkan tiroksin akan menyebabkan kelenjar keringat mengalami vasodilatasi, yaitu suatu keadaan dimana pembuluh darah mengalami pelebaran. Vasodilatasi menyebabkan proses pengeluaran keringat dalam tubuh bertambah.
Makruf (2007) menyatakan bahwa suhu tubuh makhluk hidup diatur dengan mekanisme umpan balik yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hypothalamus. Apabila pusat temperatur di hypothalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37 0C. Apabila suhu meningkat lebih dari titik tetap, hypothalamus akan terangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap.
Pengukuran Proses Pelepasan Panas
Pengukuran Suhu Tubuh Katak. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Pengukuran suhu (oC) pada katak
Perlakuan
Suhu lingkungan (oC)
Suhu katak (oC)
Keadaan biasa
Dalam air es
Dalam air panas
27
21
42
27
26
31
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa suhu lingkungan adalah 27 oC. Suhu katak tanpa perlakuan berbeda dengan suhu lingkungan, yaitu 27 oC. Katak yang dimasukkan ke dalam air es bersuhu 26 oC suhu tubuhnya turun mengikuti suhu lingkungannya yaitu 21 oC. Katak yang dimasukkan ke dalam air panas suhu tubuhnya meningkat menjadi 31 oC mendekati suhu lingkungannya yaitu 42 oC. Berdasarkan hasil yang diperoleh, suhu tubuh katak mengikuti suhu yang ada di lingkungan sekitarnya.
 Isnaeni (2006) menyatakan bahwa Hewan diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh, yaitu poikilotherm dan homoitherm. Hewan poikilotherm juga dapat disebut sebagai hewan eksoterm, sedangkan homoihterm dapat disebut endoterm. Hewan poikilotherm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu berubah seiring dengan berubahnya suhu lingkungan.  Sementara hewan homoitherm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan atau tidak berubah sekalipun suhu lingkungannya sangat berubah. Contoh hewan yang termasuk dalam poikilotherm adalah bangsa ikan (pisces), buaya (reptilia), dan katak (amphibia). Contoh hewan yang termasuk homoitherm adalah bangsa burung dan mamalia.
Pelepasan Panas Melalui Kendi. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Pengukuran suhu (oC) pada kendi

Kendi
Suhu (oC)
Awal
I
II
III
IV
V
VI
Bercat
Tidak bercat
70
70
63
63
64
61
61
58
59
56
56
54
55
52
            Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa suhu awal pada kendi yang bercat dan yang tidak bercat memiliki suhu yang sama yakni 70oC. Suhu kendi yang bercat pada pengukuran suhu ke I sampai dengan ke VI berturut-turut yaitu 63oC, 64oC, 61oC, 59oC, 56oC, dan 55oC. Pengukuran suhu kendi yang tidak bercat pada pengukuran suhu ke I sampai dengan ke VI berturut-turut yaitu 63oC, 61oC, 58oC, 56oC, 54oC, dan 52oC.
   Berdasarkan hasil pengukuran suhu yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa proses pelepasan panas pada kendi yang bercat lebih lambat dibandingkan dengan kendi yang tidak bercat. Hal ini disebabkan karena kendi yang bercat pori-porinya tertutup rapat oleh cat sehingga panas yang keluar lebih lambat dibandingkan dengan kendi yang tidak bercat. Proses pelepasan panas pada kendi ini termasuk dalam proses evaporasi karena panas keluar melalui pori-pori pada dinding kendi.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan terdapat empat cara pelepasan panas yaitu konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. Konduksi  adalah perpindahan atau pergerakan panas antara dua benda yang saling bersentuhan. Panas akan berpindah dari benda yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah. Laju aliran panas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain luas permukaan benda yang saling bersentuhan, perbedaan suhu awal antara kedua benda, dan konduktivitas panas dari kedua benda. Hewan merupakan penahan panas yang baik. Rambut dan bulu merupakan contoh insulator yang baik sehingga hewan akan melepaskan sejumlah panas dari tubuhnya ke benda yang bersentuhan dengannya. Konveksi adalah perpindahan panas antara dua benda yang terjadi melalui zat alir (fluida) yang bergerak. Panas dari tubuh hewan dipindahkan ke zat alir yang bergerak di dekatnya.
Radiasi adalah perpindahan panas antara dua benda yang tidak saling bersentuhan. Contoh untuk hal ini misalnya perpindahan panas dari matahari ke tubuh hewan. Semakin tinggi suhu benda yang mengeluarkan radiasi semakin tinggi pula intensitas radiasinya. Selain memancarkan panas tubuh hewan juga menyerap panas. Evaporasi adalah proses perubahan benda dari fase cai ke gas. Perubahan benda tersebut memerlukan sejumlah energi dalam bentuk panas. Hewan yang tidak dapat mengeluarkan keringat seperti burung dan anjing apabila tubuhnya panas akan meningkatkan penguapan melalui saluran pernapasan mereka dengan cara terengah-engah (Isnaeni, 2006).
            Proses pelepasan pada ternak tidak jauh beda dengan proses pelepasan pada manusia. Banyak hal yang mempengaruhi proses pelepasan panas pada ternak yang berkaitan dengan thermoregulasi. Faktor-faktor tersebut berhubungan dengan suhu yang berada di lingkungan sekitar. Yunanto (2010) cit Pratiwi (2015) menyatakan bahwa banyak faktor yang berperan dalam termoregulasi seperti umur, berat badan, luas permukaan tubuh dan kondisi lingkungan. Debora (2013) cit Pratiwi (2015) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pengaturan suhu tubuh yaitu laju metabolisme basal semua sel tubuh, laju cadangan metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot, metabolisme tambahan yang disebabkan oleh tiroksin terhadap sel, metabolisme tambahan karena efek epinefrin, norepinefrin, dan rangsangan simpatis terhadap sel, dan metabolisme tambahan akibat aktivitas kimiawi dalam sel bila temperatur meningkat.





























Kesimpulan
Berdasarkan praktikum thermoregulasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa suhu tubuh pada probandus I dan II normal. Suhu tubuh katak dapat menyesuaikan pada suhu lingkungan biasa dan suhu lingkungan yang dingin, namun tidak dapat menyesuaikan pada suhu lingkungan yang panas. Proses pelepasan panas pada kendi yang bercat lebih lambat dibandingkan dengan kendi yang tidak bercat. Proses pelepasan panas ada empat macam, yaitu konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran pada probandus adalah umur, berat badan, luas permukaan, suhu lingkungan, dan metabolisme probandus.




















Daftar Pustaka

Andriyani, Rika, Ani Triana, dan Widya Juliarti. 2015. Biologi Reproduksi dan Perkembangan. Penerbit Deepublish. Yogyakarta.
Campbell, N.A., J.B Reece, L.G Mitchell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta. Erlangga.
Isnaeni Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Makruf, Anas, Suarnianti,  Muh. Basri. 2012. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Peningkatan Suhu Tubuh Pada Pasien Post Operasi Di RSUD Labuang Baji Makasar. Jurnal Kesehatan 1(4)
Martini. 1998. Fundamental of Anatomy and Physiology. Hall International Inc. New Jersey.
Pratiwi, Anissa. 2015. Pemberian Metode Kangaroo Mother Care (KMC) Terhadap Kestabilan Suhu Tubuh BBLR Pada Asuhan Keperawatan Bayi Ny. Y Di Ruang HCU Neonatus RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta. Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan.
Soeharsono, 2010, Fisiologi Ternak, Widya Padjadjaran, Bandung.
Susanti, N. 2012. Efektifitas kompres dingin dan hangat pada penataleksanaan demam.  Saintis. Vol. 1(1): 55-64.

Comments

Popular posts from this blog

Resume Jurnal Internasional

PEMBAHASAN LAPORAN PRAKTIKUM SUSU